Tuesday 26 November 2019

Makalah Bank Syariah

Bank Syariah

KATA PENGANTAR 
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Bank dan Lembaga Keuangan tentang “Bank Syariah”.

    Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
       Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
       Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
  
                                                                                    Kota,  Tanggal Bulan Tahun
  
                                                                                                       Penyusun


Bab I

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
            Sejak langkah pertama pendiriannya, bank-bank syariah telah menunjukkan trend perkembangan yang positif sehingga dapat memainkah peranan pentingnya dalam memobilisasi, mengalokasi, dan memanfaatkan sumber daya dengan lebih baik. Salah satu faktor pendukung yang menunjang trend positif ini adalah pembagian hasil usaha dalam pembiayaan yang menggunakan konsep profit sharing dan revenue sharing dengan akad mudharabah, meski pada awalnya, konsep ini tidak begitu luas dimengerti oleh masyarkat. Profit sharing dan revenue sharing merupakan pembagian hasil usaha dengan ketentuan nisbah pihak penyalur dana dan penerima dana usaha. Sehingga besarnya pembagian dipengaruhi oleh hasil usaha yang dijalani.
            Konsep profit sharing atau yang juga disebut dengan profit and loss sharing menawarkan pembagian hasil usahadengan perhitungan pendapatan/keuntungan bersih (net profit), yaitu laba kotor dikurangi beban biaya yang diekluarkan selama operasional usaha. Sedangkan konsep revenue sharing adalah konsep yang menawarkan pembagian hasil usaha berdasarkan perhitungan laba kotor (gross profit).
            Kosep inilah yang membedakannya dengan bank-bank konvensional yang menawarkan tingkat suku bunga yang tinggi agar dapat menarik minat masyarakat menabungkan uangnya di bank. Besarnya bunga dalam pembagian hasil usaha ditetapkan pada awal perjanjian kerjasama dengan keuntungan yang pasti bagi investor. Bahkan meski kreditur mengalami kerugian dalam usahanya, investor tetap mendapatkan bunga yang disepakati sebelumnya.
            Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diketahui bahwa konsep bagi hasil yang diterapkan dalam perbankan syariah dan konvensional memiliki perbedaan dalam keuntungan yang diperoleh dalam pembiayaan/investasi usaha produktif yang dikembangkan kreditur. Profit sharing dan revenue sharing merupakan pengganti bunga dalam perbankan konvensional.

1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah singkat perbankan syariah ?
2. Apa saja poduk Perbankan Syariah?
3. Bagaimana penilaian kesehatan perbankan syariah?

1.3 Tujuan Pembahasan
1. Agar mengetahui Sejarah singkat tentang Perbankan Syariah.
2. Agar mengetahui Produk-Produk dari Perbankan Syariah.
3. Agar mengetahui penilaian kesehatan Perbankan Syariah.


Bab II
Pembahasan
A. Sejarah Singkat
            Jenis bank jika dilihat dari cara menentukan harga terbagi menjadi dua macam, yaitu bank yang berdasarkan prinsip konvensional dan bank yang berdasarkan prinsip syariah. Hal utama yang menjadi perbedaan antara kedua jenis bank ini adalah dalam hal penentuan harga, baik untuk harga jual maupun harga beli. Dalam bank konvensional penentuan harga selalu didasarkan kepada bunga, sedangkan dalam bank syariah didasarkan kepada konsep Islam, yaitu kerja sama dalam skema bagi hasil, baik untung maupun rugi.
            Sejarah awal mula kegiatan bank syariah yang pertama sekali dilakukan adalah di Pakistan dan Malaysia pada sekitar tahun 1940-an. Kemudian di Mesir pada tahun 1963 berdiri Islamic Rural Bank di desa It Ghamr Bank. Bank ini beroperasi di pedesaan Mesir dan masih berskala kecil.
            Di Uni Emirat Arab, baru tahun 1975 dengan berdiri Dubai Islamic Bank. Kemudian di Kuwait pada tahun 1977 berdiri Kuwait Finance House yang beroperasi tanpa bunga. Selanjutnya kembali di Mesir pada tahun 1978 berdiri Bank Syariah yang diberi nama Faisal Islamic Bank. Langkah ini kemudian diikuti oleh Islamic International Bank for Investment dan Development Bank.
            Di Siprus tahun 1983 berdiri Fasial Islamic Bank of Kibris. Kemudian di Malaysia Bank Syariah lahir tahun 1983 dengan berdirinya Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) dan pada tahun 1999 lahir pula Bank Bumi Putera Muamalah.
            Di Iran sistem perbankan syariah mulai berlaku secara nasional pada tahun 1983 sejak dikeluarkannya Undang-Undang Perbankan Islam. Kemudian di Turki negara yang berideologi sekuler Bank Syariah lahir tahun 1984 yaitu dengan hadirnya Daar al-Maal al-Islami serta Faisal Finance Institution dan mulai beroperasi tahun 1985.
            Salah satu negara pelopor utama dalam melaksanakan sistem perbank syariah secara nasional adalah Pakistan. Pemerintah Pakistan mengkonversi seluruh sistem perbankan di negaranya pada tahun 1985 menjadi sistem perbankan syariah. Sebelumnya pada tahun 1979 beberapa institusi keuangan terbesar di Pakistan telah menghapus sistem bunga dan mulai tahun itu juga pemerintah Pakistan mensosialisasikan pinjaman tanpa bunga, terutama kepada petani dan nelayan.
            Kehadiran bank yang berdasarkan syariah di Indonesia, baru pada awal tahun 1990-an, meskipun masyarakat Indonesia merupakan masyarakat Muslim terbesar di dunia. Prakarsa untuk mendirikan Bank Syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 18-20 Agustus 1990. Namun, diskusi tentang Bank Syariah sebagai basis ekonomi Islam sudah mulai dilakukan pada awal tahun 1980.
            Bank Syariah pertama di Indonesia merupakan hasil kerja tim perbankan MUI, yaitu dengan dibentuknya PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang akte pendiriannya ditandatangani tanggal 1 November 1991. Bank ini ternyata berkembang cukup pesat sehingga saat ini BMI sudah memiliki puluhan cabang yang tersebar di beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Makasar dan kota lainnya.
            Dalam perkembangan selanjutnya kehadiran Bank Syariah di Indonesia khususnya cukup menggembirakan. Di samping BMI, saat ini juga lahir Bank Syariah milik pemerintah seperti Bank Syariah Mandiri. Kemudian berikutnya berdiri Bank Syariah sebagai cabang dari bank konvensional yang sudah ada seperti Bank BNI, Bank BRI, dll.

B. Produk Bank Syariah

            Sama seperti dengan bank konvensional, Bank Syariah juga menawarkan nasabah dengan beragam produk perbankan. Hanya saja bedanya dengan bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun harga belinya, Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami, termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Berikut ini adalah jenis-jenis produk Bank Syariah yang ditawarkan :
1. Al-wadi’ah (Simpanan)
            Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki. Penerima sim­panan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si pe­nyimpan tidak bertanggung jawab atas segala kehilangan dan keru­sakan yang terjadi pada titipan selama hal itu bukan akibat dari kela­laian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan.
            Akan tetapi, agar uang yang dititipkan tidak menganggur begitu saja, oleh si penyimpan uang titipan tersebut (Bank Syariah) digunakan untuk kegiatan perekonomian. Tentu saja penggunaan uang titipan harus terlebih dahulu meminta izin kepada si pemilik uang dan dengan catatan si pengguna uang menjamin akan mengembalikan uang tersebut secara utuh. Dengan demikian, prinsip yad al-amanah (tangan amanah) menjadi yada dh-dhamanah (tangan penanggung). Mengacu pada prinsip yad adh-dhamanah bank sebagai penerima dana dapat memanfaatkan dana titipan seperti simpanan giro dan tabungan, dan deposito berjangka untuk dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat dan kepentingan negara. Yang terpenting dalam hal ini si penyimpan bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang menimpa uang tersebut.
            Konsekuensi dari diterapkannya prinsip yad adh-dhamanah pihak bank akan menerima seluruh keuntungan dari penggunaan uang, namun sebaliknya bila mengalami kerugian juga harus ditanggung oleh bank. Sebagai imbalan kepada pemilik dana disamping jaminan keamanan uangnya juga akan memperoleh fasilitas lainnya seperti insentif atau bonus untuk giro wadiah. Artinya bank tidak dilarang untuk memberikan jasa atas pemakaian uangnya berupa insentif atau bonus, dengan catatan tanpa perjanjian terlebih dulu baik nominal maupun persentase dan ini murni merupakan kebijakan bank sebagai pengguna uang. Pemberian jasa berupa insentif atau bonus biasanya dikenal dengan istilah nisbah atau bagi hasil antara bank dengan nasabah. Bonus biasanya diberikan kepada nasabah yang memiliki dana rata-rata minimal yang telah ditetapkan.
            Dalam praktiknya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan (mudharib) berupa bonus untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40:60 untuk simpanan tabungan dan nisbah 45:55 untuk simpanan deposito. 
Contoh Rekening Giro Wadiah
            Tn. Bagus memiliki rekening giro wadiah di Bank Syariah dengan saldo rata-rata pada bulan November 2010 adalah Rp 1.000.000,-. Bonus yang diberikan Bank Syariah kepada nasabah adalah 30% dengan saldo rata-rata minimal Rp 500.000,-. Diasumsikan total dana giro wadiah di Bank Syariah adalah Rp 1.000.000.000,-. Pendapatan Bank Syariah dari penggunaan giro wadiah adalah Rp 100.000.000,-.
Pertanyaan :

Berapa bonus yang diterima oleh Tn. Bagus pada akhir bulan November 2010 ?
Jawab :
Contoh Perhitungan Keuntungan Tabungan Mudharabah :
            Tn. Robby memiliki tabungan di Bank Syariah Tanjung Pandan. Pada bulan Juni 2010 saldo rata-rata tabungan Tn. Robby adalah sebesar Rp 1.000.000,-. Perbandingan bagi hasil (nisbah) antara Bank Syariah Tanjung Pandan dengan deposan adalah 40:60. Saldo rata-rata tabungan per bulan di seluruh Bank Syariah Tanjung Pandan adalah Rp 5.000.000.000,-. Kemudian pendapatan Bank Syariah Tanjung Pandan yang dibagihasilkan adalah Rp 800.000.000,-.
Pertanyaan :
Berapa keuntungan Tn. Robby pada bulan yang bersangkutan.
Jawab :
Contoh Perhitungan Keuntungan Deposito Mudharabah :
            Tn. Wahyu memiliki deposito sebesar Rp 100.000.000,- untuk jangka waktu 1 bulan di Bank Syariah Tanjung Pandan. Bagi hasil (nisbah) antara Bank Syariah Tanjung Pandan dengan nasabah adalah 45:55. Saldo rata-rata deposito per bulan di Bank Syariah Tanjung Pandan adalah Rp 8.000.000.000,-. Kemudian pendapatan yang dibagihasilkan di Bank Syariah Tanjung Pandan Rp 500.000.000,-.
Pertanyaan :
Berapa keuntungan Tn. Wahyu dari nisbah yang ditetapkan ?
Jawab :


2. Pembiayaan Dengan Bagi Hasil
            Penyaluran dalam bank konvensional, dikenal dengan istilah kredit atau pinjaman. Sedangkan penyaluran dana dalam Bank Syariah dikenal dengan istilah pembiayaan. Jika dalam bank konvensional bunga yang dibebankan adalah keuntungan yang diperoleh bank, maka dalam Bank Syariah menerapkan sistem bagi hasil. Prinsip bagi hasil dalam Bank Syariah yang diterapkan dalam pembiayaan dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu :
a. al-musyarakah
b. al-mudharabah
c. al-muza’arah
d. al-musaqah
            Untuk lebih jelasnya keempat prinsip utama bagi hasil Bank Syariah adalah berikut :
a. Al-musyarakah (Partisipasi Modal)
Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau le­bih untuk melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak membe­rikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Al-Musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek. Dalam hal ini nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti pada lembaga keuangan modal ventura.
            Contoh untuk prinsip al-Musyarakah adalah sebagai berikut :
Tn. Pandu hendak melakukan suatu usaha, tetapi kekurangan modal. Modal yang dibutuhkan sebesar Rp 40.000.000,- sedangkan modal yang dimilikinya hanya tersedia Rp 20.000.000,-. Untuk menutupi kekurangan dana tersebut Tn. Pandu meminta bantuan Bank Syariah Tanjung Pandan dan disetujui. Dengan demikian modal untuk usaha atau proyek sebesar Rp 40.000.000,- dipenuhi oleh Tn. Pandu 50% dan Bank Syariah Tanjung Pandan 50%. Jika pada akhirnya proyek tersebut memberikan hasil keuntungan sebesar Rp 15.000.000,-, maka pembagian hasil keuntungan adalah 50:50, artinya 50% untuk Bank Syariah Tanjung Pandan (Rp 7.500.000,-) 50% untuk Tn. Pandu (Rp 7.500.000,-). Dengan catatan pada akhir suatu usaha Tn. Pandu tetap akan mengembalikan uang sebesar Rp 20.000.000,- ditambah Rp 7.500.000,- untuk keuntungan Bank Syariah Tanjung Pandan dari bagi hasil.

b. Al-Mudharabah
            Pengertian Mudharabah dapat didefinisikan sebagai sebuah akad atau perjanjian diantara dua belah pihak, dimana pihak pertama sebagai pemilik modal (shahib al-mal atau al-mal), memercayakan kepada pihak kedua atau pihak lain (pengusaha), untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila mengalami kerugian maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola,. Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggug jawab.
Di dalam prktiknya mudharabah terbagi menjadi 2 macam, yakni:
a) mudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan pihak lain yang cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
b) mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah di mana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
            Dalam dunia perbankan Al-mudharabah biasanya diaplikasikan pada produk pembiayaan atau pendanaan seperti, pembiayaan mo­dal kerja. Dana untuk kegiatan mudharabah diambil dari simpanan tabungan berjangka seperti tabungan haji atau tabungan kurban. Dana juga dapat dilakukan dari deposito biasa dan deposito spesial yang dititipkan nasabah untuk usaha tertentu.
            Contoh misalnya, Ny. Evi hendak melakukan usaha dengan modal Rp 50.000.000,-. Diperkirakan dari usaha tersebut akan memperoleh pendapatan Rp 10.000.000,- per bulan dan modal disediakan seluruhnya oleh Bank Syariah Tanjung Pandan. Dari keuntungan ini disisihkan dulu untuk mengembalikan modal, misalnya Rp 4.000.000,-. Selebihnya dibagikan antara Bank Syariah Tanjung Pandan dengan nasabah sesuai dengan kesepakatan sebelumnya, yaitu 60:40, sehingga diperoleh (60% x Rp 6.000.000,- = Rp 3.600.000,-) untuk Bank Syariah Tanjung Pandan dan (40% x Rp 6.000.000,- = Rp 2.400.000,-) untuk Ny. Evi.

c. Al-Muzara’ah
            Pengertian al-Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan ka­sus ini diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi hasil panen.
            Pemilik lahan dalam hal ini menyediakan lahan, benih, dan pupuk. Sedangkan penggarap menyediakan keahlian, tenaga, dan waktu. Keuntungan diperoleh dari hasil panen dengan imbalan yang telah disepakati.

d. Al-Musaqah
Pengertian al-Musaqah merupakan bagian dari al-Muza’arah yaitu penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pe­meliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam konteks adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.

3. Bai’al Murabahah
            Pengertian Bai’al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya.
Sebagai con­toh harga pokok barang “X” Rp 100.000,-. Keuntungan yang diharap­kan adalah sebesar Rp 5.000,-, sehingga harga jualnya Rp 105.000,-. Kegiatan Bai’al-Murabahah ini baru dilakukan setelah ada kesepa­katan dengan pembeli, baru kemudian dilakukan pemesanan. Dalam dunia perbankan kegiatan Bai’al-Murabahah pada pembiayaan pro­duk barang-barang investasi baik dalam negeri maupun luar negeri seperti Letter of credit atau lebih dikenal dengan nama L/C.
            Sebagai contoh Ny. Dwi memerlukan sebuah mobil senilai Rp 30.000.000,-. Jika Bank Syariah Tanjung Pandan mengharapkan suatu keuntungan sebesar Rp 6.000.000,- selama 3 tahun, maka harga yang ditetapkan kepada Ny. Dwi adalah Rp 36.000.000,-. Kemudian jika nasabah seutuju, maka nasabah dapat mencicil dengan angsuran Rp 1.000.000,- per bulan (diperoleh dari Rp 36.000.000 : 36 bulan) kepada Bank Syariah Tanjung Pandan.

4. Bai’as-Salam
            Bai’as-Salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemu­dian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dulu jenis, kualitas dan jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang.
            Sebagai contoh seorang petani cengkeh Ny. Eka hendak menanam cengkeh dan membutuhkan dana sebesar Rp 200.000.000,- untuk satu hektar. Bank Syariah Tanjung Pandan menyutujui dan melakukan akad dimana Bank Syariah Tanjung Pandan akan membeli hasil cengkeh tersebut sebanyak 10 ton. Dengan harga Rp 200.000.000,- selama 1 tahun. Pada saat jatuh tempo petani harus menyerahkan cengkeh sebanyak 10 ton. Kemudian Bank Syariah Tanjung Pandan dapat menjual cengkeh tersebut dengan harga yang relatif lebih tinggi misalnya Rp 25.000,- per kilo. Dengan demikian, penghasilan bank adalah 10 ton x Rp 25.000,-= Rp 250.000.000,-. Dari hasil tersebut Bank Syariah Tanjung Pandan akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 50.000.000,- setelah dikurangi modal yang diberikan oleh Bank Syariah Tanjung Pandan, yaitu Rp 250.000.000,- dikurangi Rp 200.000.000,-.


5. Bai’Al-Istishna’
            Bai’ al-Istishna’ merupakan bentuk khusus dari akad Bai’as-­salam, oleh karena itu ketentuan dalam Bai` al-Istishna’ mengikuti ketentuan dan aturan Bai’as-salam. Pengertian Bai’ al-Istishna’ adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat ba­rang). Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara angsuran per bulan atau di belakang.

            Sebagai contoh PT XYZ yang bergerak dalam bidang pembuatan dan penjualan sepatu dan memperoleh order untuk membuat topi anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) senilai Rp 60.000.000,- dan mengajukan permodalan kepada Bank Syariah Tanjung Pandan. Harga per pasang sepatu yang diajukan adalah Rp 85.000,- dan pembayarannya diangsur selama tiga bulan. Harga per pasang sepatu di pasaran sekitar Rp 90.000,-. Dalam hal ini Bank Syariah Tanjung Pandan tidak tahu berapa biaya pokok produksi. PT XYZ hanya memberikan keuntungan Rp 5.000,- per pasang sepatu atau keuntungan keseluruhan adalah Rp 3.529.412,- yang diperoleh dari hitungan :
Bank Tanjung Pandan dapat menawar harga yang diajukan oleh PT XYZ dengan harga yang lebih murah sehingga dapat dijual kepada masyarakat dengan harga murah pula. Katakanlah misalnya Bank Syariah Tanjung Pandan menawar harga Rp 86.000,- per pasang sehingga masing untung Rp 4.000,- per pasang dan keuntungan keseluruhan adalah :

6. Al-Ijarah (Leasing)
            Pengertian Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas ba­rang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating lease maupun financial lease.

7. Al-Wakalah (Amanat)
            Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si pem­beri mandat.

8. Al-Kafalah (Garansi)
            Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung ke­pada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat di­lakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang.

9. Al-Hawalah
            Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang ber­utang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada lain pi­hak. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau factoring.

10. Ar-Rahn
            Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan utang atau gadai.

C. Penilaian Kesehatan Bank Syariah
            Disamping untuk Bank Konvensional, penilaian kesehatan bank juga dilakukan untuk Bank Syariah baik untuk bank umum syariah maupun bank perkreditan rakyat syariah. Hal ini dilakukan sesuai dengan perkembangan metodologi penilaian kondisi bank yang bersifat dinamis yang mendorong pengaturan kembali sistem penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan prinsip syariah. Hal ini agar dapat memberi gambaran yang lebih tepat mengenai kondisi saat ini dan mendatang.
            Penilaian kesehatan Bank Syariah dilakukan Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah yang berlaku mulai 24 Januari 2007. Penerapan ini dilakukan dengan memperkirakan produk dan jasa perbankan syariah ke depan kian beragam dan kompleks sehingga eksposur risiko yang dihadapi juga meningkat. Meningkatnya eksposur risiko tersebut akan mengubah profil risiko Bank Syariah, yang pada gilirannya akan memengaruhi tingkat kesehatan bank tersebut. Dalam penilaian tingkat kesehatan, Bank Syariah telah memasukkan risiko yang melekat pada aktivitas bank (inherent risk), yang merupakan bagian dari proses penilaian manajemen risiko.
            Bank Umum Syariah wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank secara triwulan, yang meliputi faktor-faktor antara lain:
1. permodalan (capital);
2. kualitas aset (asset quality);
3. rentabilitas (earning);
4. likuiditas (liquidity);
5. sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk);
6. dan manajemen (management).
            Penilaian peringkat komponen atau rasio keuangan pembentuk faktor finansial (permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar) dihitung secara kuantitatif dan kualitatif dengan mempertimbangkan unsur judgment.
            Khusus untuk tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berdasarkan prinsip syariah (BPRS), Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 9/17/PBI/2007 perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah mengatur penilaian tingkat kesehatan BPRS mencakup penilaian diantaranya:
1. faktor permodalan (capital);
2. faktor kualitas aset (asset quality);
3. faktor rentabilitas (earning);
4. dan faktor likuiditas (liquidity) atau faktor keuangan yang dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif;
5. penilaian atas komponen dari faktor manajemen (management) yang dilakukan secara kualitatif.
            Rincian penilaian tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyart (BPR) berdasarkan prinsip syariah adalah :
1. Penilaian secara kualitatif dilakukan dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan/atau pembanding yang relevan.
2. Peringkat setiap komponen pembentuk faktor keuangan terdiri dari peringkat 1,2,3,4, dan 5.
3. Peringkat setiap komponen pembentuk faktor manajemen terdiri dari peringkat A,B,C dan D.
4. Proses penilaian peringkat faktor keuangan dilakukan dengan pembobotan atas nilai peringkat faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan likuiditas.
5. Berdasarkan hasil penilaian peringkat faktor keuangan dan penilaian faktor manajemen, ditetapkan peringkat komposit yang merupakan peringkat akhir hasil penilaian tingkat kesehatan bank.
6. Proses penilaian peringkat komposit dilaksanakan melalui penggabungan atas peringkat faktor keuangan dan peringkat manajemen menggunakan tabel konversi dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan unsur judgment.
Kemudian, untuk menentukan Peringkat Komposit yang merupakan peringkat akhir hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan sebagai berikut:
No
Peringkat
Keterangan
1.

2.

3.

4.

5.
Komposit 1

Komposit 2

Komposit 3

Komposit 4

Komposit 5
Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang sangat baik sebagai hasil dari pengelolaan usaha yang sangat baik
Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang baik sebagai hasil dari pengelolaan usaha yang baik
Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang cukup baik sebagai hasil dari pengelolaan usaha yang cukup baik
Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang kurang baik sebagai hasil dari pengelolaan usaha yang kurang baik
Bank memiliki kondisi tingkat kesehatan yang tidak baik sebagai hasil dari pengelolaan usaha yang tidak baik

Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) wajib melakukan penghitungan rasio-rasio keuangan yang terkait dengan penilaian Tingkat Kesehatan BPRS secara triwulanan, untuk posisi akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember.
            Bank Indonesia dapat meminta Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Pemegang Saham untuk menyampaikan rencana tindakan (action plan) apabila hasil penilaian Tingkat Kesehatan BPRS menunjukkan:
1. satu atau lebih faktor permodalan, faktor kualitas aset, faktor rentabilitas, dan faktor likuiditas memiliki peringkat 4 atau 5;
2. faktor manajemen memiliki peringkat C atau D; dan/atau
3. memiliki Peringkat Komposit 4 atau 5.




Bab III
Penutup
1. Kesimpulan
Perbankan Syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syari’ah dan Unit Usaha-Usaha Syari’ah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usaha lainnya.Sama seperti halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga menawarkan nasabah dengan bank konvensional adalah dalam produk perbankan. Hanya saja bedanya denga bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun harga belinya. Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami., termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Berikut ini jeis-jenis produk bank syariah yang ditawarkan adalah sebagai berikut:
1. Al-wadi’ah (Simpanan)
2. Pembiayaan Dengan Bagi Hasil
3. Bai’al Murabahah
4. Bai’as-Salam
5. Bai’al Istishna’
6. Al-Ijarah (Leasing)
7. Al-Wakalah (Amanat)
8. Al-Kafalah (Garansi)
9. Al-Hawalah
10. Ar-Rahn
Secara spesifik risiko-risiko yang akan menyebabakan bervariasinya tinngkat keuntungan bank meliputi risiko likuiditas, risiko kredit dan tingkat bunga, dan risiko modal. Namun demikian, bank syariah tidak akan menghadapi risiko bunga,walapun di lingkungan dimana berlaku dual banking system meningkatnya tingkat bunga di pasar konvensional dapat berdampak pada meningkatnya risiko berpindah ke bank konvensional.


2. Saran
Mengingat keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh penulis, maka untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendasar lagi, disarankan kepada pembaca untuk membaca literatur lain mengenai Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya khususnya mengenai Sumber-Sumber Dana Bank.


DAFTAR PUSTAKA
Kasmir. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Revisi 2014. Jakarta:Rajawali Pers

loading...

No comments:

Post a Comment