Bank Syariah
KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha
Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Bank dan Lembaga Keuangan
tentang “Bank Syariah”.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
Kota, Tanggal Bulan Tahun
Penyusun
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Sejak langkah pertama pendiriannya,
bank-bank syariah telah menunjukkan trend perkembangan yang positif sehingga
dapat memainkah peranan pentingnya dalam memobilisasi, mengalokasi, dan
memanfaatkan sumber daya dengan lebih baik. Salah satu faktor pendukung yang
menunjang trend positif ini adalah pembagian hasil usaha dalam pembiayaan yang
menggunakan konsep profit sharing dan revenue sharing dengan akad mudharabah,
meski pada awalnya, konsep ini tidak begitu luas dimengerti oleh masyarkat. Profit
sharing dan revenue sharing merupakan pembagian hasil usaha dengan ketentuan
nisbah pihak penyalur dana dan penerima dana usaha. Sehingga besarnya pembagian
dipengaruhi oleh hasil usaha yang dijalani.
Konsep profit sharing atau yang juga
disebut dengan profit and loss sharing menawarkan pembagian hasil usahadengan
perhitungan pendapatan/keuntungan bersih (net profit), yaitu laba kotor
dikurangi beban biaya yang diekluarkan selama operasional usaha. Sedangkan
konsep revenue sharing adalah konsep yang menawarkan pembagian hasil usaha
berdasarkan perhitungan laba kotor (gross profit).
Kosep inilah yang membedakannya
dengan bank-bank konvensional yang menawarkan tingkat suku bunga yang tinggi
agar dapat menarik minat masyarakat menabungkan uangnya di bank. Besarnya bunga
dalam pembagian hasil usaha ditetapkan pada awal perjanjian kerjasama dengan
keuntungan yang pasti bagi investor. Bahkan meski kreditur mengalami kerugian
dalam usahanya, investor tetap mendapatkan bunga yang disepakati sebelumnya.
Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut, dapat diketahui bahwa konsep bagi hasil yang diterapkan dalam
perbankan syariah dan konvensional memiliki perbedaan dalam keuntungan yang
diperoleh dalam pembiayaan/investasi usaha produktif yang dikembangkan kreditur.
Profit sharing dan revenue sharing merupakan pengganti bunga dalam perbankan
konvensional.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana
sejarah singkat perbankan syariah ?
2. Apa saja poduk Perbankan
Syariah?
3. Bagaimana penilaian
kesehatan perbankan syariah?
1.3 Tujuan Pembahasan
1. Agar mengetahui
Sejarah singkat tentang Perbankan Syariah.
2. Agar mengetahui
Produk-Produk dari Perbankan Syariah.
3. Agar mengetahui
penilaian kesehatan Perbankan Syariah.
Bab II
Pembahasan
A. Sejarah Singkat
Jenis bank jika dilihat dari cara
menentukan harga terbagi menjadi dua macam, yaitu bank yang berdasarkan prinsip
konvensional dan bank yang berdasarkan prinsip syariah. Hal utama yang menjadi
perbedaan antara kedua jenis bank ini adalah dalam hal penentuan harga, baik
untuk harga jual maupun harga beli. Dalam bank konvensional penentuan harga
selalu didasarkan kepada bunga, sedangkan dalam bank syariah didasarkan kepada
konsep Islam, yaitu kerja sama dalam skema bagi hasil, baik untung maupun rugi.
Sejarah awal mula kegiatan bank
syariah yang pertama sekali dilakukan adalah di Pakistan dan Malaysia pada
sekitar tahun 1940-an. Kemudian di Mesir pada tahun 1963 berdiri Islamic Rural
Bank di desa It Ghamr Bank. Bank ini beroperasi di pedesaan Mesir dan masih
berskala kecil.
Di Uni Emirat Arab, baru tahun 1975
dengan berdiri Dubai Islamic Bank. Kemudian di Kuwait pada tahun 1977 berdiri
Kuwait Finance House yang beroperasi tanpa bunga. Selanjutnya kembali di Mesir
pada tahun 1978 berdiri Bank Syariah yang diberi nama Faisal Islamic Bank.
Langkah ini kemudian diikuti oleh Islamic International Bank for Investment dan
Development Bank.
Di Siprus tahun 1983 berdiri Fasial
Islamic Bank of Kibris. Kemudian di Malaysia Bank Syariah lahir tahun 1983
dengan berdirinya Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) dan pada tahun 1999 lahir
pula Bank Bumi Putera Muamalah.
Di Iran sistem perbankan syariah
mulai berlaku secara nasional pada tahun 1983 sejak dikeluarkannya
Undang-Undang Perbankan Islam. Kemudian di Turki negara yang berideologi
sekuler Bank Syariah lahir tahun 1984 yaitu dengan hadirnya Daar al-Maal
al-Islami serta Faisal Finance Institution dan mulai beroperasi tahun 1985.
Salah satu negara pelopor utama
dalam melaksanakan sistem perbank syariah secara nasional adalah Pakistan.
Pemerintah Pakistan mengkonversi seluruh sistem perbankan di negaranya pada
tahun 1985 menjadi sistem perbankan syariah. Sebelumnya pada tahun 1979
beberapa institusi keuangan terbesar di Pakistan telah menghapus sistem bunga
dan mulai tahun itu juga pemerintah Pakistan mensosialisasikan pinjaman tanpa
bunga, terutama kepada petani dan nelayan.
Kehadiran bank yang berdasarkan
syariah di Indonesia, baru pada awal tahun 1990-an, meskipun masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat Muslim terbesar di dunia. Prakarsa untuk
mendirikan Bank Syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) pada 18-20 Agustus 1990. Namun, diskusi tentang Bank Syariah sebagai
basis ekonomi Islam sudah mulai dilakukan pada awal tahun 1980.
Bank Syariah pertama di Indonesia
merupakan hasil kerja tim perbankan MUI, yaitu dengan dibentuknya PT Bank
Muamalat Indonesia (BMI) yang akte pendiriannya ditandatangani tanggal 1
November 1991. Bank ini ternyata berkembang cukup pesat sehingga saat ini BMI
sudah memiliki puluhan cabang yang tersebar di beberapa kota besar seperti
Jakarta, Surabaya, Bandung, Makasar dan kota lainnya.
Dalam perkembangan selanjutnya kehadiran
Bank Syariah di Indonesia khususnya cukup menggembirakan. Di samping BMI, saat
ini juga lahir Bank Syariah milik pemerintah seperti Bank Syariah Mandiri.
Kemudian berikutnya berdiri Bank Syariah sebagai cabang dari bank konvensional
yang sudah ada seperti Bank BNI, Bank BRI, dll.
B. Produk Bank Syariah
Sama seperti dengan bank
konvensional, Bank Syariah juga menawarkan nasabah dengan beragam produk
perbankan. Hanya saja bedanya dengan bank konvensional adalah dalam hal
penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun harga belinya, Produk-produk
yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami, termasuk dalam memberikan pelayanan
kepada nasabahnya. Berikut ini adalah jenis-jenis produk Bank Syariah yang
ditawarkan :
1. Al-wadi’ah (Simpanan)
Al-Wadi’ah
atau dikenal dengan nama titipan atau
simpanan, merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik
perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain kapan saja
bila si penitip menghendaki. Penerima simpanan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si penyimpan tidak
bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada
titipan selama hal itu bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang
bersangkutan dalam memelihara barang titipan.
Akan tetapi, agar uang yang
dititipkan tidak menganggur begitu saja, oleh si penyimpan uang titipan
tersebut (Bank Syariah) digunakan untuk kegiatan perekonomian. Tentu saja
penggunaan uang titipan harus terlebih dahulu meminta izin kepada si pemilik
uang dan dengan catatan si pengguna uang menjamin akan mengembalikan uang
tersebut secara utuh. Dengan demikian, prinsip yad al-amanah (tangan amanah)
menjadi yada dh-dhamanah (tangan penanggung). Mengacu pada prinsip yad
adh-dhamanah bank sebagai penerima dana dapat memanfaatkan dana titipan seperti
simpanan giro dan tabungan, dan deposito berjangka untuk dimanfaatkan bagi
kepentingan masyarakat dan kepentingan negara. Yang terpenting dalam hal ini si
penyimpan bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang menimpa
uang tersebut.
Konsekuensi dari diterapkannya
prinsip yad adh-dhamanah pihak bank akan menerima seluruh keuntungan dari
penggunaan uang, namun sebaliknya bila mengalami kerugian juga harus ditanggung
oleh bank. Sebagai imbalan kepada pemilik dana disamping jaminan keamanan
uangnya juga akan memperoleh fasilitas lainnya seperti insentif atau bonus
untuk giro wadiah. Artinya bank tidak dilarang untuk memberikan jasa atas
pemakaian uangnya berupa insentif atau bonus, dengan catatan tanpa perjanjian terlebih
dulu baik nominal maupun persentase dan ini murni merupakan kebijakan bank
sebagai pengguna uang. Pemberian jasa berupa insentif atau bonus biasanya
dikenal dengan istilah nisbah atau bagi hasil antara bank dengan nasabah. Bonus
biasanya diberikan kepada nasabah yang memiliki dana rata-rata minimal yang
telah ditetapkan.
Dalam praktiknya nisbah antara bank
(shahibul maal) dengan deposan (mudharib) berupa bonus untuk giro wadiah
sebesar 30%, nisbah 40:60 untuk simpanan tabungan dan nisbah 45:55 untuk simpanan
deposito.
Contoh Rekening Giro Wadiah
Tn. Bagus memiliki rekening giro wadiah di Bank
Syariah dengan saldo rata-rata pada bulan November 2010 adalah Rp 1.000.000,-.
Bonus yang diberikan Bank Syariah kepada nasabah adalah 30% dengan saldo
rata-rata minimal Rp 500.000,-. Diasumsikan total dana giro wadiah di Bank
Syariah adalah Rp 1.000.000.000,-. Pendapatan Bank Syariah dari penggunaan giro
wadiah adalah Rp 100.000.000,-.
Pertanyaan :
Berapa bonus yang
diterima oleh Tn. Bagus pada akhir bulan November 2010 ?
Jawab :
Contoh Perhitungan Keuntungan Tabungan Mudharabah :
Tn. Robby memiliki tabungan di Bank
Syariah Tanjung Pandan. Pada bulan Juni 2010 saldo rata-rata tabungan Tn. Robby
adalah sebesar Rp 1.000.000,-. Perbandingan bagi hasil (nisbah) antara Bank
Syariah Tanjung Pandan dengan deposan adalah 40:60. Saldo rata-rata tabungan
per bulan di seluruh Bank Syariah Tanjung Pandan adalah Rp 5.000.000.000,-.
Kemudian pendapatan Bank Syariah Tanjung Pandan yang dibagihasilkan adalah Rp
800.000.000,-.
Pertanyaan :
Berapa keuntungan
Tn. Robby pada bulan yang bersangkutan.
Jawab :
Contoh Perhitungan Keuntungan Deposito Mudharabah :
Tn. Wahyu memiliki deposito sebesar Rp 100.000.000,-
untuk jangka waktu 1 bulan di Bank Syariah Tanjung Pandan. Bagi hasil (nisbah) antara
Bank Syariah Tanjung Pandan dengan nasabah adalah 45:55. Saldo rata-rata
deposito per bulan di Bank Syariah Tanjung Pandan adalah Rp 8.000.000.000,-.
Kemudian pendapatan yang dibagihasilkan di Bank Syariah Tanjung Pandan Rp
500.000.000,-.
Pertanyaan :
Berapa keuntungan Tn.
Wahyu dari nisbah yang ditetapkan ?
Jawab :
2. Pembiayaan Dengan Bagi Hasil
Penyaluran dalam bank konvensional,
dikenal dengan istilah kredit atau pinjaman. Sedangkan penyaluran dana dalam
Bank Syariah dikenal dengan istilah pembiayaan. Jika dalam bank konvensional
bunga yang dibebankan adalah keuntungan yang diperoleh bank, maka dalam Bank
Syariah menerapkan sistem bagi hasil. Prinsip bagi hasil dalam Bank Syariah
yang diterapkan dalam pembiayaan dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu
:
a. al-musyarakah
b. al-mudharabah
c. al-muza’arah
d. al-musaqah
Untuk lebih jelasnya keempat prinsip
utama bagi hasil Bank Syariah adalah berikut :
a. Al-musyarakah (Partisipasi Modal)
Al-Musyarakah
adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha
tertentu. Masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan kesepakatan
bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Al-Musyarakah
dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek. Dalam hal
ini nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk
melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan
kesepakatan untuk bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai
nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti
pada lembaga keuangan modal ventura.
Contoh untuk prinsip al-Musyarakah adalah sebagai berikut :
Tn. Pandu hendak
melakukan suatu usaha, tetapi kekurangan modal. Modal yang dibutuhkan sebesar
Rp 40.000.000,- sedangkan modal yang dimilikinya hanya tersedia Rp
20.000.000,-. Untuk menutupi kekurangan dana tersebut Tn. Pandu meminta bantuan
Bank Syariah Tanjung Pandan dan disetujui. Dengan demikian modal untuk usaha
atau proyek sebesar Rp 40.000.000,- dipenuhi oleh Tn. Pandu 50% dan Bank
Syariah Tanjung Pandan 50%. Jika pada akhirnya proyek tersebut memberikan hasil
keuntungan sebesar Rp 15.000.000,-, maka pembagian hasil keuntungan adalah
50:50, artinya 50% untuk Bank Syariah Tanjung Pandan (Rp 7.500.000,-) 50% untuk
Tn. Pandu (Rp 7.500.000,-). Dengan catatan pada akhir suatu usaha Tn. Pandu
tetap akan mengembalikan uang sebesar Rp 20.000.000,- ditambah Rp 7.500.000,-
untuk keuntungan Bank Syariah Tanjung Pandan dari bagi hasil.
b. Al-Mudharabah
Pengertian Mudharabah dapat
didefinisikan sebagai sebuah akad atau perjanjian diantara dua belah pihak,
dimana pihak pertama sebagai pemilik modal (shahib al-mal atau al-mal),
memercayakan kepada pihak kedua atau pihak lain (pengusaha), untuk menjalankan
suatu aktivitas atau usaha. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak. Apabila mengalami kerugian maka akan ditanggung
pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola,. Apabila
kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggug
jawab.
Di dalam prktiknya
mudharabah terbagi menjadi 2 macam, yakni:
a) mudharabah
muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan pihak lain yang
cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha
dan daerah bisnis.
b) mudharabah
muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah di mana pihak lain
dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
Dalam dunia perbankan Al-mudharabah
biasanya diaplikasikan pada produk pembiayaan atau pendanaan seperti,
pembiayaan modal kerja. Dana untuk kegiatan mudharabah diambil dari simpanan
tabungan berjangka seperti tabungan haji atau tabungan kurban. Dana juga dapat
dilakukan dari deposito biasa dan deposito spesial yang dititipkan nasabah
untuk usaha tertentu.
Contoh misalnya, Ny. Evi hendak
melakukan usaha dengan modal Rp 50.000.000,-. Diperkirakan dari usaha tersebut
akan memperoleh pendapatan Rp 10.000.000,- per bulan dan modal disediakan
seluruhnya oleh Bank Syariah Tanjung Pandan. Dari keuntungan ini disisihkan
dulu untuk mengembalikan modal, misalnya Rp 4.000.000,-. Selebihnya dibagikan
antara Bank Syariah Tanjung Pandan dengan nasabah sesuai dengan kesepakatan
sebelumnya, yaitu 60:40, sehingga diperoleh (60% x Rp 6.000.000,- = Rp
3.600.000,-) untuk Bank Syariah Tanjung Pandan dan (40% x Rp 6.000.000,- = Rp
2.400.000,-) untuk Ny. Evi.
c. Al-Muzara’ah
Pengertian al-Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik
lahan dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk
ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen.
Dalam dunia perbankan kasus ini diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi hasil panen.
Pemilik lahan dalam hal ini
menyediakan lahan, benih, dan pupuk. Sedangkan penggarap menyediakan keahlian,
tenaga, dan waktu. Keuntungan diperoleh dari hasil panen dengan imbalan yang
telah disepakati.
d. Al-Musaqah
Pengertian al-Musaqah merupakan bagian dari al-Muza’arah yaitu penggarap hanya
bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana dan
peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen
pertanian. Jadi tetap dalam konteks adalah kerja sama pengolahan pertanian
antara pemilik lahan dengan penggarap.
3. Bai’al Murabahah
Pengertian Bai’al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok
dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus
terlebih dulu memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang
diinginkannya.
Sebagai contoh
harga pokok barang “X” Rp 100.000,-. Keuntungan yang diharapkan adalah sebesar
Rp 5.000,-, sehingga harga jualnya Rp 105.000,-. Kegiatan Bai’al-Murabahah ini
baru dilakukan setelah ada kesepakatan dengan pembeli, baru kemudian dilakukan
pemesanan. Dalam dunia perbankan kegiatan Bai’al-Murabahah
pada pembiayaan produk barang-barang investasi baik dalam negeri maupun luar
negeri seperti Letter of credit atau
lebih dikenal dengan nama L/C.
Sebagai contoh Ny. Dwi memerlukan
sebuah mobil senilai Rp 30.000.000,-. Jika Bank Syariah Tanjung Pandan
mengharapkan suatu keuntungan sebesar Rp 6.000.000,- selama 3 tahun, maka harga
yang ditetapkan kepada Ny. Dwi adalah Rp 36.000.000,-. Kemudian jika nasabah
seutuju, maka nasabah dapat mencicil dengan angsuran Rp 1.000.000,- per bulan
(diperoleh dari Rp 36.000.000 : 36 bulan) kepada Bank Syariah Tanjung Pandan.
4. Bai’as-Salam
Bai’as-Salam
artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran
dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih
dulu jenis, kualitas dan jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus dalam
bentuk uang.
Sebagai contoh seorang petani
cengkeh Ny. Eka hendak menanam cengkeh dan membutuhkan dana sebesar Rp
200.000.000,- untuk satu hektar. Bank Syariah Tanjung Pandan menyutujui dan
melakukan akad dimana Bank Syariah Tanjung Pandan akan membeli hasil cengkeh
tersebut sebanyak 10 ton. Dengan harga Rp 200.000.000,- selama 1 tahun. Pada
saat jatuh tempo petani harus menyerahkan cengkeh sebanyak 10 ton. Kemudian
Bank Syariah Tanjung Pandan dapat menjual cengkeh tersebut dengan harga yang
relatif lebih tinggi misalnya Rp 25.000,- per kilo. Dengan demikian,
penghasilan bank adalah 10 ton x Rp 25.000,-= Rp 250.000.000,-. Dari hasil
tersebut Bank Syariah Tanjung Pandan akan memperoleh keuntungan sebesar Rp
50.000.000,- setelah dikurangi modal yang diberikan oleh Bank Syariah Tanjung
Pandan, yaitu Rp 250.000.000,- dikurangi Rp 200.000.000,-.
5. Bai’Al-Istishna’
Bai’
al-Istishna’ merupakan bentuk khusus dari akad Bai’as-salam, oleh karena itu ketentuan dalam Bai` al-Istishna’ mengikuti ketentuan dan aturan Bai’as-salam. Pengertian Bai’ al-Istishna’ adalah kontrak
penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat barang). Kedua belah pihak
harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem
pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-menawar dan sistem
pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara angsuran per bulan atau di
belakang.
Sebagai contoh PT XYZ yang bergerak
dalam bidang pembuatan dan penjualan sepatu dan memperoleh order untuk membuat
topi anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) senilai Rp 60.000.000,- dan mengajukan
permodalan kepada Bank Syariah Tanjung Pandan. Harga per pasang sepatu yang
diajukan adalah Rp 85.000,- dan pembayarannya diangsur selama tiga bulan. Harga
per pasang sepatu di pasaran sekitar Rp 90.000,-. Dalam hal ini Bank Syariah
Tanjung Pandan tidak tahu berapa biaya pokok produksi. PT XYZ hanya memberikan
keuntungan Rp 5.000,- per pasang sepatu atau keuntungan keseluruhan adalah Rp
3.529.412,- yang diperoleh dari hitungan :
Bank Tanjung Pandan
dapat menawar harga yang diajukan oleh PT XYZ dengan harga yang lebih murah
sehingga dapat dijual kepada masyarakat dengan harga murah pula. Katakanlah
misalnya Bank Syariah Tanjung Pandan menawar harga Rp 86.000,- per pasang
sehingga masing untung Rp 4.000,- per pasang dan keuntungan keseluruhan adalah
:
6. Al-Ijarah (Leasing)
Pengertian Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa,
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas
barang itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan
leasing, baik untuk kegiatan operating
lease maupun financial lease.
7. Al-Wakalah (Amanat)
Wakalah
atau wakilah artinya penyerahan atau
pendelegasian atau pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat
ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si pemberi
mandat.
8. Al-Kafalah (Garansi)
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada
pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat
pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak
lain. Dalam dunia perbankan dapat dilakukan dalam hal pembiayaan dengan
jaminan seseorang.
9. Al-Hawalah
Al-Hawalah
merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang
wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu
pihak kepada lain pihak. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan
kegiatan anjak piutang atau factoring.
10. Ar-Rahn
Ar-Rahn
merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan
utang atau gadai.
C. Penilaian Kesehatan Bank Syariah
Disamping untuk Bank Konvensional,
penilaian kesehatan bank juga dilakukan untuk Bank Syariah baik untuk bank umum
syariah maupun bank perkreditan rakyat syariah. Hal ini dilakukan sesuai dengan
perkembangan metodologi penilaian kondisi bank yang bersifat dinamis yang
mendorong pengaturan kembali sistem penilaian tingkat kesehatan bank
berdasarkan prinsip syariah. Hal ini agar dapat memberi gambaran yang lebih
tepat mengenai kondisi saat ini dan mendatang.
Penilaian kesehatan Bank Syariah
dilakukan Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 9/1/PBI/2007 tentang
Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah yang
berlaku mulai 24 Januari 2007. Penerapan ini dilakukan dengan memperkirakan
produk dan jasa perbankan syariah ke depan kian beragam dan kompleks sehingga
eksposur risiko yang dihadapi juga meningkat. Meningkatnya eksposur risiko
tersebut akan mengubah profil risiko Bank Syariah, yang pada gilirannya akan
memengaruhi tingkat kesehatan bank tersebut. Dalam penilaian tingkat kesehatan,
Bank Syariah telah memasukkan risiko yang melekat pada aktivitas bank (inherent
risk), yang merupakan bagian dari proses penilaian manajemen risiko.
Bank Umum Syariah wajib melakukan
penilaian tingkat kesehatan bank secara triwulan, yang meliputi faktor-faktor
antara lain:
1. permodalan (capital);
2. kualitas aset (asset quality);
3. rentabilitas (earning);
4. likuiditas (liquidity);
5. sensitivitas
terhadap risiko pasar (sensitivity to
market risk);
6. dan manajemen (management).
Penilaian peringkat komponen atau
rasio keuangan pembentuk faktor finansial (permodalan, kualitas aset,
rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar) dihitung
secara kuantitatif dan kualitatif dengan mempertimbangkan unsur judgment.
Khusus untuk tingkat kesehatan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) berdasarkan prinsip syariah (BPRS), Bank Indonesia
mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 9/17/PBI/2007 perihal Sistem
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah
mengatur penilaian tingkat kesehatan BPRS mencakup penilaian diantaranya:
1. faktor
permodalan (capital);
2. faktor kualitas
aset (asset quality);
3. faktor
rentabilitas (earning);
4. dan faktor
likuiditas (liquidity) atau faktor
keuangan yang dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif;
5. penilaian atas
komponen dari faktor manajemen (management) yang dilakukan secara kualitatif.
Rincian penilaian tingkat kesehatan
Bank Perkreditan Rakyart (BPR) berdasarkan prinsip syariah adalah :
1. Penilaian
secara kualitatif dilakukan dengan mempertimbangkan indikator pendukung
dan/atau pembanding yang relevan.
2. Peringkat
setiap komponen pembentuk faktor keuangan terdiri dari peringkat 1,2,3,4, dan
5.
3. Peringkat
setiap komponen pembentuk faktor manajemen terdiri dari peringkat A,B,C dan D.
4. Proses
penilaian peringkat faktor keuangan dilakukan dengan pembobotan atas nilai
peringkat faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan likuiditas.
5. Berdasarkan
hasil penilaian peringkat faktor keuangan dan penilaian faktor manajemen,
ditetapkan peringkat komposit yang merupakan peringkat akhir hasil penilaian
tingkat kesehatan bank.
6. Proses
penilaian peringkat komposit dilaksanakan melalui penggabungan atas peringkat
faktor keuangan dan peringkat manajemen menggunakan tabel konversi dengan mempertimbangkan
indikator pendukung dan unsur judgment.
Kemudian, untuk
menentukan Peringkat Komposit yang merupakan peringkat akhir hasil penilaian
Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan sebagai berikut:
No
|
Peringkat
|
Keterangan
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Komposit 1
Komposit 2
Komposit 3
Komposit 4
Komposit 5
|
Bank memiliki
kondisi tingkat kesehatan yang sangat baik sebagai hasil dari pengelolaan
usaha yang sangat baik
Bank memiliki
kondisi tingkat kesehatan yang baik sebagai hasil dari pengelolaan usaha yang
baik
Bank memiliki
kondisi tingkat kesehatan yang cukup baik sebagai hasil dari pengelolaan
usaha yang cukup baik
Bank memiliki
kondisi tingkat kesehatan yang kurang baik sebagai hasil dari pengelolaan
usaha yang kurang baik
Bank memiliki
kondisi tingkat kesehatan yang tidak baik sebagai hasil dari pengelolaan
usaha yang tidak baik
|
Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) wajib melakukan penghitungan rasio-rasio keuangan yang
terkait dengan penilaian Tingkat Kesehatan BPRS secara triwulanan, untuk posisi
akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember.
Bank Indonesia dapat meminta
Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Pemegang Saham untuk menyampaikan rencana
tindakan (action plan) apabila hasil penilaian Tingkat Kesehatan BPRS
menunjukkan:
1. satu atau lebih
faktor permodalan, faktor kualitas aset, faktor rentabilitas, dan faktor
likuiditas memiliki peringkat 4 atau 5;
2. faktor
manajemen memiliki peringkat C atau D; dan/atau
3. memiliki
Peringkat Komposit 4 atau 5.
Bab III
Penutup
1. Kesimpulan
Perbankan Syari’ah
adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syari’ah dan Unit
Usaha-Usaha Syari’ah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usaha lainnya.Sama seperti halnya dengan
bank konvensional, bank syariah juga menawarkan nasabah dengan bank
konvensional adalah dalam produk perbankan. Hanya saja bedanya denga bank
konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun
harga belinya. Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami.,
termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Berikut ini jeis-jenis
produk bank syariah yang ditawarkan adalah sebagai berikut:
1. Al-wadi’ah
(Simpanan)
2. Pembiayaan
Dengan Bagi Hasil
3. Bai’al
Murabahah
4. Bai’as-Salam
5. Bai’al
Istishna’
6. Al-Ijarah
(Leasing)
7. Al-Wakalah
(Amanat)
8. Al-Kafalah
(Garansi)
9. Al-Hawalah
10. Ar-Rahn
Secara spesifik
risiko-risiko yang akan menyebabakan bervariasinya tinngkat keuntungan bank
meliputi risiko likuiditas, risiko kredit dan tingkat bunga, dan risiko modal.
Namun demikian, bank syariah tidak akan menghadapi risiko bunga,walapun di
lingkungan dimana berlaku dual banking system meningkatnya tingkat bunga di
pasar konvensional dapat berdampak pada meningkatnya risiko berpindah ke bank konvensional.
2. Saran
Mengingat keterbatasan pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki oleh penulis, maka untuk mendapatkan pemahaman yang
lebih mendasar lagi, disarankan kepada pembaca untuk membaca literatur lain
mengenai Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya khususnya mengenai Sumber-Sumber
Dana Bank.
DAFTAR
PUSTAKA
Kasmir. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Revisi 2014.
Jakarta:Rajawali Pers
loading...
No comments:
Post a Comment